Nama : Yoga Tiara Sandy
NIM : 30201800187
Kelas : Sipil C 2018
GIANT SEA WALL, Dampak bagi Lingkungan dan Nelayan
A.
Permasalahan
(Soal 1)
Sebuah
proyek konstruksi memiliki permasalahan pembebasan lahan, padahal pembangunan
harus segera dilaksanakan. Lokasi Proyek berada di perkampungan nelayan dan
akan dibangun Giant Sea Wall. Selain masalah pembebasan lahan, penduduk
setempat juga terancam kehilangan mata pencaharian sebagai petani tambak karena
lokasi tambak terdampak pembangunan Giant Sea Wall. Bagaimana anda
menyelesaikan permasalahan ini ?, Gunakan Peraturan AMDAL sebagai acuan, dan untuk
menyelesaikannya gunakan Collaborative Decision Making Proces.
B.
Penyelesaian
Giant Sea wall
merupakan salah satu bentuk konstruksi sebagai upaya perlindungan wilayah
coastal, habitat, konservasi, maupun aktivitas-aktivitas manusia dari pengaruh
gelombang air laut. Tipe sea wall sangat bergantung dari fungsi, tujuan, dan
juga lokasi rencana pembangunan. Faktor-faktor tersebut nantinya akan
menentukan struktur giant sea wall yang akan dibangun. Sebagai contoh, giant sea
wall yang berfungsi sebagai antisipasi gelombang tsunami akan berbeda dengan giant
sea wall untuk penanggulangan abrasi. Giant sea wall tsunami berfungsi
menghadang gelombang tinggi dengan volume air yang besar sehingga dibutuhkan
dimensi bangunan yang tinggi, impermeable (tidak menyusup melalui rongga), dan
kuat untuk menahan tekanan akibat volume air yang besar.
Pengadaan
tanah untuk kepentingan pembangunan sering kali menimbulkan masalah dan polemik
dalam pelaksanaannya. Hambatan-hambatan tersebut terjadi karena terjadi konflik
kepentingan antara hak kepemilikan tanah dari pemilik lahan dan aspek hukum
dalam proses pembebasan tanah tersebut yang seringkali ditunggangi oleh
pihak-pihak tertentu yang berkepentingan.
Masalah
pembebasan tanah yaitu kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan
ganti rugi kepada yang berhak atas tanah tersebut belum diatur secara rinci
dalam UUPA (UndangUndang Pokok Agraria). Pemenuhan kebutuhan tanah untuk
pembangunan semula diketahui dengan pembebasan tanah untuk keperluan Pemerintah
dan pembebasan tanah untuk keperluan swasta, dilakukan dengan cara musyawarah
yang setara antara pemilik tanah dan pihak pembebas.
Oleh
karena itu dalam suatu pembebasan lahan harus mengacu pada ketentuan mengenai
pengadaan tanah diatur melalui Keputusan Presiden No. 55 tahun 1993 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang
diperbarui dengan Peraturan Presiden No. 36 tahun 2005 dan telah direvisi
dengan Peraturan Presiden No. 65 tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan
Presiden No. 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan
untuk Kepentingan Umum. Masalah pengadaan tanah ini muncul ketika pemilik lahan
tidak bersedia melepaskan haknya dan di lain pihak, yaitu pemerintah,
membutuhkan lahan tersebut sesegera mungkin untuk melakukan pembangunan guna
kepentingan umum. Sebagai contoh saat ini salah satunya adalah proyek
pembangunan Giant sea wall(Tanggul Laut Raksasa) yang akan dibangun diperkampungan
nelayan. Salah satu contohnya yaitu pembangunan giant sea wall di jakarta.
Pembangunan
Giant Sea Wall (GSW) di Teluk Jakarta merupakan program lintas kementerian,
yang dirancang untuk mendukung perekonomian dan mengendalikan banjir di
Jakarta. Permasalahan GSW tersebut, tidak hanya terkait dengan aspek teknis
kontruksi dan lingkungan, tetapi terkait juga dengan aspek sosial ekonomi
tentang investasi dan pertumbuhan usaha perikanan. Saat ini, pada kawasan itu
terdapat berbagai investasi dan lapangan usaha perikanan.
Sistem
GSW dilakukan dengan cara mendorong sistem polder ke arah laut, sehingga
kawasan di bawah permukaan air laut tidak akan tergenang. Seperti yang telah
dilakukan Belanda dan New Orleans, Amerika Serikat. Sketsanya, meski air laut
tinggi, tetapi kawasan di bawah permukaan air laut tetap kering karena ada
tanggul laut raksasa yang akan memompa air ke laut. Lahan di tempat yang akan
dibangun tanggul raksasa ini sudah berada di bawah permukaan laut. Dan lebih
dari tiga puluh tahun ekstraksi air tanah telah menyebabkan permukaan tanah bagian
pesisir Jakarta semakin menurun. Perubahan iklim, juga menyebabkan naiknya
permukaan laut dengan genangan air laut yang bergerak ke wilayah dataran rendah
di bagian utara kota.
Sebuah
kombinasi yakni menghentikan ekstraksi air tanah dan juga pembangunan tanggul
laut raksasa akan mulai mengurangi menurunnya permukaan tanah bagian pesisir
Jakarta. Pemprov Jakarta, berencana untuk memanfaatkan tanggul besar untuk
penggunaan serbaguna publik dan ekonomi. Termasuk memanfaatkan daerah di dalam
tanggul sebagai daerah bendungan air tawar untuk memproses dan memasok air
bersih untuk kebutuhan kota, dan juga akan mencakup sebuah pabrik pengolahan
air limbah.
Namun
kontras dengan tujuan pembangunannya, beberapa isu dan masalah lingkungan dapat
muncul sehubungan dengan konstruksi Giant sea wall, diantaranya adalah
terganggunya transport sedimen yang dapat menyebabkan pergeseran struktur dan
juga terganggunya ekosistem lahan basah (wetland) dan wilayah intertidal.
Selain itu pembangunan GSW memiliki persyaratan ketat. Di antaranya analisis
mengenai dampak lingkungan (amdal) dan dampak sosial terhadap nelayan. Oleh
karena itu perlu perlu diatasi sesuai peraturan yang berlaku yaitu dengan
peraturan AMDAL (Kajian mengenai dampak suatu usaha/kegiatan yang terjadi pada
suatu lingkungan hidup). Pada Pasal 23 ayat (1) Undang Undang Nomor 32
tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan
bahwa Kriteria usaha atau kegiatan yang berdampak penting yang wajib dilengkapi
dengan amdal terdiri atas:
·
Pengubahan bentuk lahan dan bentang
alam;
·
Eksploitasi sumber daya alam, baik yang
terbarukan maupun yang tidak terbarukan;
·
Proses dan kegiatan yang secara
potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan
·
Lingkungan hidup serta pemborosan dan
kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya;
·
Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat
mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan
budaya;
·
Proses dan kegiatan yang hasilnya akan
mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau
perlindungan cagar budaya;
·
Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan,
dan jasad renik;
·
Pembuatan dan penggunaan bahan hayati
dan nonhayati;
·
Kegiatan yang mempunyai risiko tinggi
dan/atau mempengaruhi pertahanan negara; dan/atau
·
Penerapan teknologi yang diperkirakan
mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup
Pembangunan
GSW perlu adanya tinjauan ulang, karena dampak sosial dan lingkungannya jauh
melebihi dampak ekonomi. Untuk menyelesaikan masalah banjir, banyak solusi yang
telah ditawarkan, tidak perlu proyek mercu suar, yang keberadaannya 10-20 tahun
kedepan. Melakukan koordinasi antara pemerintah daerah, melibatkan masyarakat,
pendidikan lingkungan, sumur resapan, lubang biopori, normalisasi sungai, dan
sebagainya, seperti kata pepatah “Think Globally, Act Locally”. Dalam
pembangunan giant sea wall ini harus memiliki AMDAL Karena proyek
ini sangat memiliki potensi yang sangat besar pada lingkungan hidup. Oleh
karena itu diperlukan kajian - kajian mengenai dampak lingkungan dan sosial
ekonomi yang ditimbulkan oleh giant sea wall ini. Salah satunya dari aspek
sosial ekonomi yaitu para nelayan yang kehilangan pekerjaan lapangan pekerjaannya
Oleh karena itu pemerintah dapat memberikan solusi pekerjaan baru untuk para
nelayan misalnya dengan memberikan pelatihan ketrampilan dan juga memberi
solusi tempat tinggal baru bagi masyarakat yang terdampak pembangunan giant sea
wall ini.
MENGHADAPI
INDUSTRI MEGASHIFT DIBIDANG KONSTRUKSI
A.
Permasalahan
(Soal 2)
Bagaimana
dunia konstruksi menghadapi Industry Megashift terutama pada tingkat Macro?
Jelaskan dengan memberikan contoh di lapangan dan kemungkinan kemungkinan yang
dapat terjadi. Sebutkan pula kemungkinan pelaksanaan dari segi Islami
B.
Pembahasan
Di
tahun 2021 kita akan menghadapi pergeseran industri maha dahsyat dan ekstrim,
karena itu saya menyebutnya industri megashifts. Terutama pada tingkat makro
yaitu Pergeseran di tingkat Makro mencakup perubahan-perubahan besar yang
menghasilkan peta kompetisi baru di era pandemi. Perubahan besar yang didorong
oleh bencana dahsyat COVID-19 ini menghasilkan lanskap industri baru yang
ditandai dengan empat karakeristik: Hygiene, Low-Touch, Less-Crowd,
dan Low-Mobility.
1.
Hygiene
Ketika
ancaman COVID-19 terus mengintai, maka Cleanliness, Healthiness, Safety,
Environment (CHSE) menjadi prioritas dan preferensi utama konsumen. Maka
kepatuhan pada protokol kesehatan menjadi faktor kunci pulihnya berbagai industri.
Di hygiene economy, disiplin protokol kesehatan menjadi alat branding paling
ampuh.
Survei dari Nippon, perilaku personal hygiene seperti mencuci tangan,
menggunakan hand sanitizer, dan memakai masker mengalami peningkatan
dibandingkan saat virus Influenza tahun 2018.
Ketika CHSE menjadi preferensi dan prioritas utama konsumen, maka
perusahaan yang bisa membangun customer confidence terkait CHSE akan lebih
diminati konsumen.
Tak hanya itu, di era pandemi kepatuhan perusahaan terhadap protokol kesehatan menjadi jaminan terciptanya loyaltas dan customer trust dalam jangka panjang.
2.
Low-Touch
Di masa pandemi kontak fisik akan dihindari karena menjadi sumber
penularan COVID-19 yang massif. Maka sifatnya high-touch seperti
hospitality & tourism harus bertransformasi menjadi low-touch.
Maka digital menjadi solusi sementara sekaligus selamanya.
Perusahaan
yang sukses di era pandemi adalah perusahaan-perusahaan yang bisa beradaptasi
dengan lanskap industri baru yang bersifat low-touch. Itu sebabnya perusahaan
di sektor industri digital misalnya, lebih sustainable di era pandemi karena
bersifat low-touch.
Sementara perusahaan-perusahaan yang high-touch seperti di
sektor pariwisata mau tak mau harus bertransformasi dan mengadopsi model bisnis
yang low–touch untuk bisa sukses melewati badai krisis pandemi.
3.
Less-Crowd
Ketika kerumunan orang (crowd) kian dihindari di era pandemi, maka
industri-industri yang mengandalkan kerumunan massa seperti MICE (Meeting,
Incentive, Conference, Exhibition), transportasi publik, bisnis pertunjukan,
airport, hingga sport harus beradaptasi agar bisa survive. Untuk
menghadapinya, digital dan pengalaman online akan menjadi solusi sementara di
masa transisi. Namun hybrid operating model yang menggabungkan
aktivitas fisik dan virtual akan menjadi solusi jangka panjang bagi para pelaku
di berbagai industri yang high-crowd.
4.
Low-Mobility
Era pandemi adalah era low-mobility. Masyarakat mengurangi mobilitas
karena semakin mobil, maka semakin besar pula potensi penularan COVID-19.
“Low-mobile
society” yang terbentuk oleh adanya bencana pandemi akan memukul berbagai
industri seperti otomotif, penerbangan, energi, pariwisata, hingga dine-in
resto.
Di sisi lain mobilitas manusia yang kian terbatas mendorong ekonomi digital
berkembang lebih cepat.
Setiap
pemain di industri apapun harus jeli merespons peluang maupun ancaman yang
muncul sebagai akibat munculnya “low mobile society” ini.
Dalam bidang kontruksi tentu banyak yang harus dipersiapkan, yang yang
paling utama tentunya protokol kesehatan hal ini tentu sudah harus menjadi
kewajiban bagi setiap proyek konstruksi, lalu layanan kesehatan mungkin pada
era industri megashift ini layanan kesehatan juga menjadi kewajiban bagi bagi
suatu proyek kontruksi karena ini menyangkut dengan kesehatan semua yang
terlibah dalam proyek konstruksi tersebut.
Selanjutnya mungkin sangat sulit dihindari dalam dunia konstruksi yaitu menghindari kerumunan, walau bagaimanapun proyek konsttruksi pasti menghadirkan sebuah kerumunan namun hal ini dapat diatasi misal dengan pekerjaan yang dilakukan dengan bertahap, namun hal ini dapat memicu masalah baru yaitu terjadinya keterlambatan suatu proyek konstruksi dan juga kebutuhan biaya yang semakin tinggi.
Lalu
untuk mengatasi itu semua perusahaan konstruksi harus jeli untuk merespons
peluang dan juga ancaman yang terjadi.
C.
Pandangan
dari Segi Islami
Dalam pelaksanaan suatu proyek konstruksi di era industry megashift ini jika dilihat dari segi islam salah satunya dijelaskan pada Q.S Ar – Rum ayat 41 sampai dengan ayat 42 yang berbunyi,
Artinya,“Telah tampak kerusakan di darat dan dilaut
disebabkan perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian
dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Katakanlah : Adakanlah perjalanan dimuka bumi dan perlihatkanlah bagaimana
kesudahan orang-orang yang dulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang
yang mempersekutukan (Allah).” (QS Ar Rum : 41-42)
Dalam
hal ini dapat disimpulkan bahwa suatu kegiatan apapun termasuk pada bidang
konstruksi tidak boleh dilakukan secara sewenang wenang dan yang dapat merusak
alam. Islam mengajarkan agar umat manusia senantiasa menjaga lingkungan. Hal
ini seringkali tercermin dalam beberapa pelaksanaan ibadah, seperti ketika
menunaikan ibadah haji. Dalam haji, umat Islam dilarang menebang pohon-pohon
dan membunuh binatang. Apabila larangan itu dilanggar maka ia berdosa dan
diharuskan membayar denda (dam). Lebih dari itu Allah SWT melarang manusia
berbuat kerusakan di muka bumi.
Tentang
memelihara dan melestarikan lingkungan hidup, banyak upaya yang bisa dilakukan,
misalnya rehabilitasi SDA berupa hutan, tanah dan air yang rusak perlu
ditingkatkan lagi. Dalam lingkungan ini program penyelamatan hutan, tanah dan
air perlu dilanjutkan dan disempurnakan. Pendayagunaan daerah pantai khususnya
Giant Sea Wall, wilayah laut dan kawasan udara perlu dilanjutkan dan makin
ditingkatkan tanpa merusak mutu dan kelestarian lingkungan hidup.